Rabu, 14 Juli 2021 11:45 WIB

Kecemasan & Ketakutan Dental pada Anak

picture-of-article

Anak yang tidak kooperatif dalam penanganan masalah gigi telah dikonseptualisasikan dengan cara yang berbeda. Dental fear (ketakutan dental) dan dental anxiety (kecemasan dental) merupakan istilah yang digunakan sebagai tanda awal dari kondisi dental phobia, yaitu ketakutan atau kecemasan berlebihan dan tidak beralasan terhadap pemeriksaan maupun penanganan gigi pada anak yang mempengaruhi kehidupan sehari-harinya sehingga menyebabkan anak menghindari perawatan gigi yang berkepanjangan.

Ketakutan dan kecemasan dental pada anak telah diakui di banyak negara sebagai situasi sulit pada kesehatan. Hal ini dikarenakan akan berdampak pada buruknya kesehatan mulut anak. Mengalami ketakutan dental sebenarnya merupakan reaksi emosional yang normal dialami terhadap stimulus yang dirasa mengancam pada penanganan gigi, sementara kecemasan dental memperlihatkan adanya kegelisahan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi sehubungan dengan penanganan gigi yang diiringi dengan adanya rasa hilang kendali yang dialami anak (misal: mengamuk). 

  • Usia. Usia anak dianggap sebagai salah satu faktor yang berdampak besar pada kecemasan dental. Dalam banyak literatur disebutkan bahwa anak dengan usia lebih muda cenderung lebih cemas dibandingkan dengan yang lebih tua. Kemampuan kognitif anak berkembang seiring bertambahnya usia sehingga pemahaman anak pun meningkat.
  • Pengalaman negatif atau traumatis terdahulu. Misalnya terjadi proses pembelajaran dari pengalaman tidak menyenangkan yang dialami diri sendiri atau bahkan dari anggota keluarga maupun teman sebaya berkaitan dengan perawatan gigi.
  • Lingkungan klinis (klinik gigi). Pemicu sensorik dari klinik seperti terlihatnya jarum serta peralatan gigi lainnya, suara bor, teriakan anak dari ruangan lain, dan juga aroma eugenol maupun dentin yang khas.
  • Karakteristik pribadi. Kecemasan dental yang dialami anak dapat disebabkan oleh trait atau karakteristik pribadi. Anak yang memiliki gangguan pada kondisi psikologisnya cenderung mengalami kecemasan dental.
  • Hal-hal lainnya seperti kurangnya pemahaman mengenai proses pemeriksaan maupun penanganan gigi dan munculnya rasa tidak menyenangkan saat berbaring terlentang di kursi gigi.

Pada dasarnya, kecemasan dental bersifat multifaktorial dan jauh lebih kompleks daripada yang dapat dijelaskan oleh satu faktor penyebab. Kecemasan dapat dipicu bahkan oleh situasi yang paling tidak berbahaya sehingga penting untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan anak cemas agar dapat membantu dokter gigi dalam memutuskan rencana perawatan yang tepat.

Hal paling utama yang dapat dilakukan yaitu membangun kepercayaan dan kemampuan komunikasi yang baik antara dokter gigi dan anak. Dokter gigi dapat memulai dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu, memancing anak untuk bertanya mengenai proses perawatan yang akan dijalani serta berikan informasi komplit kepada anak. Penting untuk menjalin komunikasi dua arah sehingga dengan demikian kepercayaan diri anak meningkat.

Beberapa bentuk intervensi psikologis yang dapat dilakukan saat anak melakukan proses perawatan gigi di klinik yaitu:

  • Teknik relaksasi seperti relaksasi pernapasan, otot, maupun teknik lainnya dapat dilakukan untuk meredakan kecemasan.
  • Guided imagery, yang mana memperkenankan anak untuk memilih “mental image” terhadap suatu tempat yang menyenangkan, misal pantai, gunung, atau tempat-tempat nyaman lainnya. Dokter gigi dapat membaca naskah agar anak mulai membayangkan situasi yang menyenangkan tersebut. Anak diminta untuk membuat skenario penuh mengenai situasi spesifik atas “mental image” tersebut, bersama dengan aroma yang muncul, suara yang dihasilkan, serta warna-warna yang ada. 
  • Metode distraksi dengan menggunakan latar belakang musik, televisi, dan kacamata 3D video. Musik telah terbukti memengaruhi gelombang otak manusia, yang mengarah pada relaksasi yang mendalam serta mengurangi rasa sakit dan kecemasan. 
  • Positive reinforcement (penguatan positif), merupakan teknik yang efektif untuk menghargai perilaku yang diinginkan dari anak sehingga memperkuat pengulangan perilaku tersebut. Reinforcement ini dapat dilakukan melalui intonasi suara yang positif, ekspresi wajah, pujian verbal, dan demonstrasi fisik yang sesuai (misal: dipeluk oleh orang tua).

Metode-metode tersebut telah terbukti membantu meredakan kecemasan anak sehingga dapat lebih kooperatif dalam menjalankan perawatan gigi.

Tidak hanya itu, kunci agar perawatan gigi anak menjadi efektif yaitu orang tua perlu memiliki kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi masalah gigi pada anaknya. Penanganan kasus gigi anak di kursi dental pada prinsipnya sama dengan penanganan kasus gigi dewasa. Jika anak mengalami karies gigi, maka karies tersebut akan dibersihkan dan dirawat sesuai dengan indikasinya. Prinsip yang membedakan dengan perawatan gigi permanen atau dewasa adalah penanganan psikologis anak yang dapat memengaruhi proses perawatan gigi kedepannya.

Baca juga : Mengenal Gigi Susu

0 Disukai

1371 Kali Dibaca