Senin, 23 Mei 2022 14:33 WIB

Fatty Liver

picture-of-article

Hati atau liver merupakan salah satu orang tubuh yang berperan penting dalam rantai pencernaan dan pembentukan energi dalam tubuh. Selain fungsinya dalam mendetoksifikasi zat-zat racun yang dicerna, hati berperan membentuk dan menyimpan energi untuk proses metabolisme tubuh. Pembentukan energi dilakukan dengan memproses dan memecah rantai ikatan lemak yang berasal dari makanan maupun dari lemak tubuh lainnya. Pada keadaan tubuh sudah memiliki cukup energi untuk dipakai, hati akan menyimpan kelebihan lemak menjadi glikogen untuk dipakai sebagai energi cadangan saat tubuh membutuhkan.

Dengan perannya yang besar dalam metabolisme lemak, salah satu masalah yang dapat terjadi adalah fatty liver perlemakan hati. Fatty liver atau perlemakan hati memiliki nama diagnosa Alcoholic dan Non-Alcoholic Fatty Liver Disease atau Steatohepatitis dimana yang sering dijumpai pada masyarakat luas yaitu tipe non-alcohol. Secara sederhana, Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kondisi medis dimana terjadi penumpukan lemak berlebih pada hati yang jika memburuk dapat mengakibatkan gangguan bentuk hingga fungsi hati.

Seperti yang diketahui, kondisi perlemakan hati dikarenakan penyimpanan lemak yang berlebih. Mayoritas penderita fatty liver memiliki masalah dengan berat badan berlebih hingga obesitas. Namun bukan berarti orang dengan indeks massa tubuh ideal tidak bisa menderita penyakit ini. Penelitian menyebutkan penyebab fatty liver disebabkan karena ketidakseimbangan metabolik dan resistensi insulin. Maka kriteria sindrom metabolik menjadi faktor penyebab dari penyakit ini.

Sindrom metabolik yang berhubungan dengan fatty liver antara lain:

  1. Obesitas;
  2. Tekanan darah tinggi;
  3. Gula darah tinggi;
  4. Hipertrigliserida;
  5. Hiperkolesterolemia.

Selain kelima faktor diatas, faktor lain yang juga meningkatkan risiko fatty liver adalah penderita diabetes, etnis hispanik, peminum alkohol, infeksi hati, penurunan berat badan ekstrim, obstructive sleep apnea dan konsumsi obat-obatan tertentu seperti amiodarone, diltiazem, tamoxifen dan prednisone. 

Orang-orang dengan konsumsi alkohol berlebih didapati lebih berisiko mengalami fatty liver. Peluang perburukan menjadi sirosis hepatis semakin besar jika penderita fatty liver tidak mengubah gaya hidupnya termasuk menghentikan konsumsi alkohol.

Sekitar 90-95% penderita fatty liver tidak mengalami gejala, bahkan tidak mengetahuinya. Diperkirakan sebanyak 25% populasi dunia mengalami fatty liver. Fatty liver diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu tanpa peradangan (Non-Alcoholic Fatty Liver/NAFL) dan dengan peradangan (Non-Alcoholic Steatohepatitis/NASH). Pada penderita NASH, kondisi penyakit menjadi lebih serius. Biasanya pada kondisi ini penderita bisa mengalami gejala kelelahan, menguning (jaundice) hingga nyeri perut kanan atas.

Fatty liver dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG, CT-Scan maupun MRI. Pemeriksaan fibroscan dapat menilai tingkat fibrosis fatty liver sehingga dapat mengetahui tingkat keparahan penyakit secara ringkas. Penentuan tingkat penyakit ditentukan dengan pemeriksaan baku standar yaitu biopsi hati. Namun biasanya biopsi hati lebih dipertimbangkan pada penderita dengan faktor risiko lebih berat.

Pada penderita fatty liver yang sudah berkembang ke NASH, bisa juga didapati peningkatan fungsi hati berupa aspartate transaminase (AST). Pada kasus Alcoholic akan didapati alanine transaminase (ALT) lebih tinggi daripada AST. AST dan ALT merupakan pemeriksaan untuk menilai fungsi hati yang memiliki batas maksimal.

Fatty liver dapat disembuhkan pada tingkat tertentu. Penderita fatty liver saja tanpa peradangan dan fibrosis ringan sangat mungkin untuk disembuhkan agar kondisi hati normal kembali. Namun pada penderita fatty liver yang sudah mengalami fibrosis berat akan lebih sulit diobati, sehingga biasanya rangkaian pengobatan bertujuan mencegah penyakit jatuh ke tahap lebih buruk atau sirosis hepatis.

Pengobatan dengan vitamin E dan pioglitazone memberikan perbaikan pada jaringan fibrosis penderita fatty liver. Namun obat ini dapat mulai dikonsumsi jika penderita sudah didiagnosa NASH oleh dokter melalui biopsi hati. Selama kita ketahui bahwa fatty liver disebabkan oleh lemak berlebih pada tubuh, maka penurunan berat badan akan berdampak sangat signifikan pada penderita fatty liver dengan obesitas. Pada penderita hiperkolesterolemia, penggunaan obat kolesterol golongan statin bisa menjadi pilihan. Pada kondisi obesitas yang sulit untuk diatasi, operasi bariatrik dapat menjadi pilihan dokter untuk mempermudah, mempercepat pengobatan, dan meminimalkan risiko lainnya.

 

Mencegah fatty liver sama dengan mencegah tubuh mengalami kelebihan penyimpanan lemak. Gaya hidup sehat menjadi pilihan terbaik untuk mencegah hati mengalami perlemakan berlebih. Diet cukup energi dengan komposisi gizi seimbang dan olahraga menjadi cara untuk mengobati hingga mencegah fatty liver.

Seseorang dapat memilih jenis makanan tinggi serat seperti sayur dan buah untuk dikonsumsi secara rutin. Diikuti dengan menghindari kelebihan kalori terutama karbohidrat sederhana. Utamakan karbohidrat kompleks, protein hewani dan nabati, lemak tak jenuh untuk mencukupi kebutuhan energi.

Lakukan olahraga aerobik selama 150-250 menit dalam seminggu. Jenis latihan beban juga dapat dilakukan sebanyak 30-45 menit dalam 3 kali seminggu. Olahraga sangat terbukti memberikan dampak positif dalam memperbaiki fatty liver hingga mencegahnya. Namun, jika seseorang kesulitan memulai syarat olahraga di atas, memulai dengan jenis olahraga ringan-sedang masih sangat baik daripada tidak melakukan sama sekali. Tips memulainya bisa dengan jogging, senam ringan, jalan naik turun tangga saat bekerja, hingga mengangkat beban dari benda dalam pekerjaan rumah. Carilah motivasi dan alasan mengapa gaya hidup sehat ini harus dilakukan, maka kemauan untuk meningkatkan intensitas olahraga dan memilah jenis diet sehat akan muncul perlahan-lahan.

Pada kondisi khusus seseorang mengalami penyakit lain yang mengakibatkan terbatasnya aktivitas fisik seperti kelelahan atau nyeri karena penyakit osteoartritis, penyakit jantung kongestif dan lainnya, menu latihan olahraga dapat disesuaikan dengan meminta pendapat instruktur olahraga atau dokter rehabilitasi medik.

Baca juga : Mengenal Stomatitis Aftosa Rekuren

0 Disukai

1320 Kali Dibaca