Gejala asma antara satu individu dan yang lain bisa berbeda-beda. Gejala ini juga bisa muncul kapan pun baik pagi, siang, sore, maupun malam, tergantung penyebabnya. Gejala yang umum antara lain:
- Bersin baik terus-menerus maupun hanya sesaat
- Batuk yang makin parah terutama pada malam hari sehingga sulit tidur atau pada pagi hari
- Napas pendek, seolah-olah penderitanya tak bisa menarik ataupun mengeluarkan napas
- Dada sesak atau nyeri, kadang dada terasa seperti diremas atau ditekan dengan kuat
Selain bisa terjadi tanpa diduga, gejala ini bervariasi dalam hal intensitas ketika dialami penderitanya. Ada yang ringan dan hanya butuh perawatan mandiri, tapi ada juga yang berat hingga mesti dirawat di rumah sakit.
Penyebab asma seringnya tak bisa diketahui secara pasti. Ada kemungkinan asma berkaitan dengan genetik atau merupakan penyakit keturunan dari keluarga. Bisa juga asma berhubungan dengan kondisi lain, seperti alergi, eksim, dan demam alergi serbuk bunga.
Serangan asma bisa muncul ketika ada pemicunya, seperti:
- Polutan pada udara yang dihirup
- Perubahan cuaca atau udara dingin
- Infeksi virus
- Asap
- Zat kimia
- Debu
- Jamur
- Lumut
- Hama, seperti kecoa dan tikus
- Bulu atau air liur binatang
- Aroma yang kuat
- Emosi
- Olahraga berat
Karena pemicu asma bisa berlainan pada setiap orang, penting bagi orang tersebut untuk memahaminya agar bisa menghindari paparan pemicu itu sehingga tak terkena serangan asma.
Dalam melakukan diagnosis asma, dokter pertama-tama akan menanyakan dan memeriksa gejala yang dialami pasien. Dokter juga akan mengecek riwayat medis pasien, termasuk soal riwayat asma dan alergi dalam keluarga, obat-obatan yang sedang diminum, dan gaya hidup sehari-hari.
Berdasarkan informasi itu, dokter bisa mengetahui apa kira-kira yang memicu serangan asma pada pasien. Misalnya pasien punya riwayat alergi, maka besar kemungkinan ia mengalami serangan asma ketika terpapar alergen tertentu. Begitu pula bila ada riwayat asma dalam keluarga.
Untuk memastikan, dokter bisa menggelar tes alergi agar tahu apakah ada alergi tertentu yang memicu asma. Selain itu, dokter mungkin perlu melakukan tes fungsi paru-paru dengan obat bernama bronkodilator. Bila fungsi paru jauh membaik sehabis menggunakan bronkodilator, kemungkinan besar pasien mengidap asma.
Untuk mengatasi asma, perlu diketahui dulu apa pemicunya. Selain itu, bagi anak-anak, penting bagi orang tua untuk memberitahu lingkungan sekitar, termasuk sekolah, mengenai asma yang diidap sang anak. Dengan begitu, orang-orang di sekitar bisa membantu ketika anak mengalami serangan asma.
Secara umum, terdapat dua jenis penanganan obat yang kerap digunakan untuk mengatasi asma, yakni pelega dan pencegah. Namun dalam kasus yang lebih serius, diperlukan obat pengendali.
Pelega digunakan untuk membuka saluran udara agar lebih mudah bernapas. Obat yang sering digunakan antara lain salbutamol. Dalam serangan asma, obat ini perlu digunakan setiap 2-4 jam. Setelah kondisi membaik, obat bisa digunakan 3-4 kali per hari hingga gejala hilang.
Adapun contoh obat pencegah adalah Flixotide atau Pulmicort yang dihirup dengan inhaler dan Singulair yang ditelan dalam bentuk tablet. Fungsinya adalah mencegah serangan asma. Sedangkan obat pengendali biasa digunakan jika gejala tak bisa dicegah. Misalnya Serevent dan Formeterol. Obat ini selalu digunakan sebagai tambahan pencegah dan kerap dikombinasikan ke satu alat inhaler.
Ketika tak dapat dikendalikan atau melewatkan perawatan rutin, asma bisa berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan mengganggu aktivitas hingga produktivitas. Komplikasi yang bisa muncul antara lain:
- Merasa lelah terus-terusan
- Sering absen dari sekolah atau pekerjaan
- Stres, gelisah, atau depresi
- Tidak bisa beraktivitas dengan lancar karena kerap terkena serangan asma
- Infeksi paru-paru (pneumonia)
- Pertumbuhan atau pubertas terhambat pada anak-anak
Dalam kasus yang berat, serangan asma juga bisa mengancam jiwa.
Tidak ada cara yang terbukti dapat mencegah seseorang mengidap asma. Meski begitu, menurut CDC, ada strategi yang manjur untuk mengurangi risiko rawat inap hingga pembengkakan biaya perawatan medis akibat asma.
Strategi ini antara lain mencakup:
- Edukasi tentang cara mengendalikan asma secara mandiri dan mengurangi pemicu
- Berhenti merokok dan menghentikan paparan asap rokok
- Pemahaman mengenai manajemen medis sesuai dengan panduan
- Ketersambungan dan koordinasi perawatan di berbagai tempat
- Kebijakan lingkungan untuk mengurangi berbagai pemicu asma
Strategi ini tidak hanya diperuntukkan bagi pasien sendiri, tapi juga keluarga dan komunitas di sekitarnya. Diharapkan dukungan lingkungan bisa membantu pasien dalam mencegah serangan asma.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika merasakan gejala yang mengarah ke penyakit asma, penting untuk segera memeriksakan diri agar mendapat diagnosis secepatnya. Diagnosis ini diperlukan untuk menentukan perawatan yang tepat demi pengendalian gejala dan supaya pasien terhindar dari risiko komplikasi asma yang bisa membahayakan jiwa.
Ditinjau oleh:
dr. Sitti Nurisyah, Sp.P (K)
Dokter Spesialis Paru
Primaya Hospital Makassar
Belum Ada Komentar