Rabu, 14 Juli 2021 11:43 WIB

Cognitive Behavioral Therapy

picture-of-article

Aaron T. Beck, Psikiater terkemuka dari Amerika, mengembangkan suatu bentuk psikoterapi di awal tahun 1960-an yang semulanya ia sebut dengan Cognitive Therapy (CT). Melalui karyanya tersebut, secara global ia diakui sebagai bapak terapi kognitif (CT) dan salah satu peneliti terkemuka dunia dalam hal psikopatologi. Saat ini, terapi tersebut dikenal dengan istilah “Cognitive Behavioral Therapy”. 

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah salah satu bentuk penanganan psikologis yang telah dibuktikan efektif untuk menangani kondisi seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan makan, penyalahgunaan obat-obatan, dan masalah kesehatan mental lainnya. 

Beck merancang psikoterapi yang terstruktur, berjangka waktu pendek, dan berorientasi pada keadaan saat ini, yang secara langsung diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan dan memodifikasi baik pola pikir maupun perilaku yang maladaptif (tidak sesuai dengan norma). 

Selain CBT, ada banyak bentuk penanganan psikologis lainnya yang dapat digunakan, seperti Acceptance and Commitment Therapy (ACT), Emotional Freedom Techniques (EFT), Positive Psychotherapy, Psychodrama, dsb.

Meskipun terapi harus dikhususkan sesuai dengan karakteristik klien yang ditangani, namun tetap ada beberapa prinsip yang mendasari CBT. Beberapa prinsip dasar tersebut antara lain:

  1. CBT didasari oleh perumusan masalah klien dan konseptualisasi individual pada masing-masing klien dalam hal kognitif.
  2. CBT menekankan pada hubungan terapeutik antara terapis dan klien.
  3. CBT menekankan pada kolaborasi dan partisipasi aktif dari klien.
  4. CBT memiliki orientasi terhadap tujuan dan fokus terhadap masalah yang ditangani.
  5. CBT menekankan pada keadaan saat ini. 
  6. CBT merupakan penanganan yang bersifat edukatif. Bertujuan agar klien dapat menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan mengutamakan pencegahan atas kekambuhan dari keluhan klien.
  7. CBT diberikan dalam batasan waktu tertentu.
  8. CBT memiliki sesi yang terstruktur.
  9. CBT mengajarkan klien untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan merespon pemikiran dan belief disfungsional (kepercayaan yang tidak benar).
  10. CBT menggunakan berbagai macam teknik untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku. 

CBT didasari pada model kognitif yang memberikan gambaran bahwa keadaan emosi, perilaku, dan fisiologis seseorang dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap kejadian tersebut. Tidak hanya situasi itu saja yang akan menentukan apa yang dirasakan oleh individu, tetapi bagaimana individu menafsirkan situasi tersebut.

Konsep kognitif pada CBT akan memberikan framework yang digunakan untuk memahami kondisi klien. Dalam memulai merumuskan permasalahan klien, terapis dapat melakukannya dengan mengemukakan beberapa pertanyaan berikut, yaitu “Apa diagnosis klien?”, “Apa masalah yang klien hadapi saat ini? Bagaimana masalah ini berkembang dan bagaimana klien melewatinya?”, dan “Pikiran dan belief seperti apakah yang berhubungan dengan masalah klien? Reaksi (emosional, fisiologis, dan tingkah laku) seperti apa yang muncul terkait dengan pikiran tersebut?”

Kemudian, terapis akan memunculkan hipotesis-hipotesis mengenai bagaimana gangguan yang dialami oleh klien tersebut berkembang, antara lain “Bagaimana klien memandang dirinya, orang lain, dunianya, dan masa depannya?”, “Bagaimana penanganan klien terhadap disfungsi kognitif yang terjadi pada dirinya?”, atau “Stressor apa yang berkontribusi terhadap berkembangnya gangguan ini?”.

Cognitive Behavior Therapy (CBT) telah disesuaikan untuk klien dengan berbagai latar belakang yang berbeda, yaitu perbedaan pendidikan, penghasilan, budaya, dan usia. Terapi ini sekarang telah banyak digunakan di rumah sakit, sekolah, penjara, dan setting lainnya, serta dapat digunakan secara individual, kelompok, maupun keluarga. CBT dikatakan dapat dilakukan pada kisaran waktu 45 menit di setiap sesinya.

Baca juga : Pencegahan Obesitas

2 Disukai

1995 Kali Dibaca