• icon-phone Contact Center Yakes Telkom : 022 - 4521405
  • Contact Center Yakes Telkom : 022 - 4521405

Info Terbaru

image-newest
Info Kesehatan

Mengetahui Lebih Jauh Tentang Long Covid-19 Menurut Studi Minggu, 06 Februari 2022 09:35 WIB Beberapa orang yang menjadi pasien dari Covid-19 merasakan gejala dari covid yang berkepanjangan hingga beberapa bulan setelah hasil tes menunjukan negatif. Fenomena pasca Covid-19 ini dikenal sebagai long covid atau long-term covid yang dapat diderita oleh beberapa orang. Perlu diketahui, secara umum biasanya pasien yang terpapar Covid-19 akan merasa lebih baik atau sembuh total pada waktu kurang lebih 12 minggu. Namun berbeda dengan penderita long covid yang masih merasakan beberapa gejala yang timbul akibat virus corona SARS-Cov-2 tersebut. Melansir dari laman Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI), terdapat beberapa faktor pendukung terjadinya long covid terhadap pasien pasca dinyatakan negatif. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor biologis, dimana berdasarkan studi yang telah dilakukan wanita beresiko 2 kali lebih besar dibandingkan pria untuk terkena long covid terutama untuk kelompok usia antara 40-50 tahun. Selain itu, studi yang dilakukan juga menemukan fakta bahwa sebanyak 22% penderita Covid-19 yang berumur 70 tahun akan merasakan gejala covid yang lebih lama. Sementara itu hasil dari salah satu peneliti asal King’s College London menyebutkan fenomena long covid ini lebih besar memungkinkan terjadi kepada pasien yang mengalami gangguan kesehatan mental ataupun asma. Berdasarkan data dari aplikasi COVID Symptom Study sendiri menyebutkan bahwa long covid dapat terjadi kepada pasien covid yang merasakan lebih dari 5 gejala saat awal terinfeksi Covid-19. Sedangkan dari hasil penelitian di jurnal Cell menunjukan pasien yang memiliki Viral Load tinggi cenderung lebih besar kemungkinan terkena long covid. Faktor dari kadar antibodi dan jumlah mikroba dalam tubuh yang rendah juga menjadi salah satu alasan terjadinya long covid. Peran antara antibodi dan mikroba dalam tubuh menjadi hal penting untuk menjaga tubuh tetap memiliki daya tahan yang cukup dalam menghadapi virus Covid-19. Vaksinasi yang belum lengkap juga menjadi salah satu faktor dalam terjadinya long covid, dimana berdasarkan data yang diteliti oleh The Lancet Infectious Diseases vaksinasi dapat menurunkan risiko dari infeksi berat, fatal hingga potensi terjadinya long covid. Namun selain faktor-faktor diatas, yang perlu kita ketahui juga adalah gejala yang timbul jika mengalami long covid. Melansir dari data NHS, berikut beberapa gejala yang dapat terjadi pada pasien long covid seperti : Badan gampang lelah padahal tidak banyak beraktivitas,   Sesak napas,  Nyeri dada atau dada terasa sesak  Gangguan daya ingat dan konsentrasi  Susah tidur di malam hari Detak jantung cepat  Sering pusing  Nyeri sendi  Kesemutan di beberapa bagian tubuh  Depresi dan gangguan kecemasan  Telinga sering sakit atau berdengung  Tidak enak badan  Kerap diare dan sakit perut  Tidak nafsu makan  Demam, batuk, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tidak bisa mencium bau, dan lidah mengalami perubahan rasa  Kulit ruam Jika mengalami kondisi seperti diatas, pasien perlu melakukan konsultasi lanjutan kepada dokter untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

image-newest
Info Kesehatan

Waspada Omicron! Kriteria Pasien Omicron Berikut Tetap Harus Dibawa ke Rumah Sakit Minggu, 06 Februari 2022 09:21 WIB Kasus Covid-19 varian Omicron kini tengah mengalami lonjakan tajam, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus menghimbau masyarakat untuk tepat waspada akan penularan dari varian baru Covid-19 tersebut. Varian Omicron ini memiliki tingkat penularan yang cukup tinggi, namun tingkat fatalitasnya tidak lebih tinggi dari varian sebelumnya. Hingga saat ini, mayoritas pasien varian Omicron hanya mengalami gejala ringan dengan tingkat kesembuhan yang tinggi. Untuk pasien dengan gejala ringan atau tanpa gejala dihimbau untuk dapat melakukan isolasi mandiri di rumah.  Namun meskipun mayoritas pasien varian Omicron ini mengalami gejala ringan, terdapat juga beberapa kriteria pasien yang perlu dibawa ke rumah sakit. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmizi. Nadia menyampaikan dalam penanganan kasus varian Omicron ini, peran rumah sakit sendiri diprioritaskan untuk pasien dengan gejala sedang, berat, kritis serta yang membutuhkan oksigen. Kriteria-kriteria tersebut terbagi berdasarkan gejala yang dialami, adapun beberapa kriteria tersebut diantaranya sebagai berikut : Tanpa Gejala Menunjukan tanpa gejala/asimtomatis yaitu tidak ditemukan gejala klinis. Gejala Ringan Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia, dengan frekuensi napas 12-20 kali per menit dan saturasi oksigen >95%. Gejala Sedang Pasien dengan tanda klinis pneumonia seperti demam, batuk, sesak, napas cepat tanpa tanda pneumonia berat dengan saturasi oksigen 93%. Kritis Pasien dengan gejala gagal nafas, komplikasi infeksi, maupun kegagalan multi organ. Pemerintah juga menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik berlebih namun tetap waspada, selain itu masyarakat diharapkan tetap disiplin menjaga protokol kesehatan, mengurangi aktivitas di tempat umum jika tidak diperlukan serta menyegerakan vaksin primer maupun vaksin Booster.

image-newest
Info Kesehatan

Kemenkes Terapkan Aturan Baru Untuk Vaksinasi Booster Kamis, 03 Februari 2022 14:00 WIB Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berupaya memfokuskan pemberian vaksin dosis ketiga (Booster) dengan menggunakan vaksin AstraZeneca di 3 bulan pertama pada tahun 2022 ini. Hal tersebut sebagaimana seperti yang dijelaskan oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), dr. Siti Nadia Tarmizi. “Untuk triwulan 1 tahun 2022 alokasi vaksin booster akan diutamakan untuk vaksin AstraZeneca mengingat ketersediaan stok vaksin yang cukup banyak,”jelas Nadia Nadia menjelaskan dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perubahan ketentuan, dimana berdasarkan ketentuan sebelumnya vaksin AstraZeneca bisa diberikan dengan interval atau jarak antara 8 sampai 12 pekan. Namun untuk mempercepat pencapaian dosis primer maka vaksin AstraZeneca diberikan dengan interval 8 pekan saja. Perubahan ketentuan ini sebagaimana seperti yang tercantum dalam Surat Edaran No. SR.02.06/11/408/2022. Pelaksanaan program vaksin booster ini juga telah dilakukan secara serentak di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu pemberian vaksin dosis ketiga ini berlaku bagi masyarakat umum, tanpa harus menunggu capaian 70% ataupun cakupan dosis pertama untuk lansia dengan minimal 60%. Adapun beberapa persyaratan yang diperlukan untuk mendapat vaksin booster, diantaranya adalah sebagai berikut: Calon penerima vaksin menunjukan NIK dengan membawa KTP atau Kartu Keluarga atau melalui aplikasi Peduli Lindungi. Penerima vaksin berusia 18 tahun keatas. Telah mendapatkan vaksinasi primer dosis lengkap minimal 6 bulan sebelumnya. Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes drg. Widyawati, MKM menyampaikan bahwa regimen dosis lanjutan yang akan diberikan pada 3 bulan pertama di tahun 2022 ini di antaranya adalah : Untuk sasaran dengan dosis primer Sinovac, maka diberikan:  Vaksin AstraZeneca separuh dosis (half dose) yaitu 0,25 ml atau  Vaksin Pfizer separuh dosis (half dose) yaitu 0,15 ml  Sedangkan, untuk sasaran penerima dosis primer AstraZeneca akan diberikan:  Vaksin Moderna separuh dosis (half dose) yaitu 0,25 ml  Vaksin Pfizer separuh dosis (half dose) yaitu 0,15 ml atau  Vaksin AstraZeneca dosis penuh (full dose) yaitu 0,5 ml

image-newest
Info Kesehatan

Kasus Covid-19 Varian Omicron Meningkat, Kenali Gejalanya! Kamis, 03 Februari 2022 13:48 WIB Peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron belakangan terus meningkat di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyampaikan terdapat penambahan 16.021 kasus baru pada 1 Februari 2022 di berbagai daerah di Indonesia, dengan sebagian besar kasus terjadi akibat varian Omicron. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memperkirakan varian Omicron di Indonesia sudah cukup mendominasi. Menilai hal tersebut, Menkes Budi menyampaikan kepada masyarakat untuk terus waspada dan mengetahui apa saja ciri & gejala yang disebabkan oleh varian Omicron sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanganan dini. Berdasarkan data, gejala dari varian Omicron ini secara umum mirip dengan flu yang meliputi batuk, hidung berair, serta tenggorokan sakit, namun perlu diketahui gejala yang ditimbulkan masih lebih ringan daripada varian Delta yang lebih kompleks. Selain itu, masyarakat yang sudah di vaksinasi dan booster masih memungkinkan terkena varian Omicron ini meski dengan gejala yang lebih ringan lagi. Hal ini seperti yang disampaikan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Erlina Burhan yang menghimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak menganggap remeh jika sedang mengalami flu. Covid varian Omicron ini juga dapat menyerang anak-anak dengan gejala umum yang ditimbulkan berupa rasa lelah, sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek & bersin, demam, serta batuk. Terdapat juga gejala-gejala lain seperti diare dan mual hingga sesak nafas serta kejang. Kementerian Kesehatan sendiri telah menghimbau kepada masyarakat yang memiliki gejala-gejala di atas untuk dapat memeriksakan diri. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Juru Bicara Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi. "Walaupun gejala yang ditunjukkan umumnya ringan, tapi risiko untuk sakit berat bahkan kematian tetap ada,"jelas Nadia Namun Nadia juga menyampaikan bahwa dari Kementerian Kesehatan juga terus menghimbau masyarakat untuk mengetahui lebih dini tentang varian Omicron sehingga dapat melakukan isolasi mandiri dan tidak perlu dilakukan penanganan lanjutan. Selain itu, penerapan protokol kesehatan juga perlu terus diperketat untuk mencegah penularan dari covid-19 varian Omicron ini.

image-newest
Info Kesehatan

Menerima Hasil Swab PCR yang Berbeda di Waktu yang Berdekatan, Mana yang Harus Dipercaya? Rabu, 02 Februari 2022 17:43 WIB Mungkin Anda pernah mengalami kebingungan dimana Anda mendapat hasil Swab Polymerase Chain Reaction (PCR) yang berbeda di waktu yang berdekatan, lantas jika hal tersebut terjadi hasil manakah yang harus dipercaya? Menanggapi persoalan tersebut, akun instagram dari @adamprabata menjelaskan secara mendetail perihal adanya perbedaan hasil Swab PCR dalam waktu yang berdekatan. Dalam postingannya, dr. Adam Prabata menjelaskan bahwa PCR sendiri merupakan metode diagnosis Covid-19 yang dilakukan dengan pemeriksaan keberadaan materi genetik (RNA) virus dalam tubuh yang sampelnya diambil melalui nasofaring (belakang hidung) dan orofaring (belakang mulut). Dalam proses pemeriksaan PCR masih memungkinkan terjadinya kesalahan terhadap hasil PCR tersebut, hal ini terbagi dalam 2 kategori yakni False Negative dimana hasil PCR negatif, namun sebenarnya pasien sedang terinfeksi Covid-19 atau False Positive dimana hasil PCR menunjukan positif namun sebenarnya pasien tidak sedang terinfeksi. Kesalahan-kesalahan ini dapat terjadi akibat adanya beberapa faktor, seperti untuk false negatif adanya permasalahan teknis seperti skill, transport, lokasi swab, hingga prosedur laboratorium. Atau bisa juga dikarenakan waktu pengambilan swab terlalu dini atau terlambat hingga terjadinya mutasi virus. Sementara untuk false positive dapat terjadi akibat adanya kontaminasi sampel swab ataupun terjadinya masalah teknis.  dr. Adam juga menjelaskan tingkatan terjadinya false negative memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan false positive, yakni pada 2-29%. Sedangkan untuk terjadinya false positive hanya sekitar kurang lebih 1%. Merujuk pada data tersebut, dr. Adam menegaskan kesimpulan bahwa perbedaan hasil Swab PCR yang diambil dalam waktu berdekatan dapat mengutamakan hasil positif dibandingkan hasil negatif. Hal ini dikarenakan persentase false negatif lebih tinggi dibanding false positive. Namun dr. Adam juga menegaskan untuk penentuan diagnosis Covid-19 memerlukan keputusan dokter, sehingga pasien dapat segera berkonsultasi kepada dokter atau fasilitas kesehatan untuk mendapat kepastian yang lebih tepat atas hasil Swab PCR.

image-newest
Info Kesehatan

Update Terbaru Kasus Omicron, Menkes : Tingkat Kesembuhan Relatif Lebih Tinggi Dibanding Varian Delta Rabu, 02 Februari 2022 10:53 WIB Kementerian Kesehatan telah menyampaikan potensi peningkatan gelombang ketiga dari Covid-19 yang terlihat di Indonesia, hal ini diidentifikasi dengan adanya kenaikan signifikan pada kasus positif covid dalam 10 hari terakhir. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi. Nadia menyampaikan potensi gelombang baru Covid-19 ini sudah terlihat dengan adanya peningkatan kasus varian Omicron di wilayah Jawa-Bali. Nadia menjelaskan adanya peningkatan dari kasus Covid-19 varian Omicron ini tidak terlepas dari adanya penambahan jumlah tes yang dilakukan di berbagai daerah. Ia menyampaikan hingga 30 Januari 2022 kemarin, jumlah orang yang telah melakukan tes covid adalah 5,75 per 1.000 penduduk per pekan. Angka ini menurutnya sudah jauh diatas angka yang dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni 1 per 1.000 penduduk per pekan. "Peningkatan kuota testing dan tracing ini merupakan bentuk dari upaya deteksi dini dalam mencegah perluasan penularan, serta mencegah munculnya klaster sebaran yang baru. Ini juga merupakan usaha untuk mendeteksi lebih awal gejala Covid-19 yang diderita oleh tiap-tiap individu,"jelas Nadia Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Terbatas Evaluasi PPKM pada Senin (31/1) kemarin menyebutkan sebagian besar dari pasien covid varian Omicron hanya mengalami gejala ringan. Selain itu, Menkes Budi menambahkan angka kesembuhan dari pasien varian Omicron ini relatif lebih tinggi daripada pasien varian Delta sebelumnya. "Yang kasusnya berat, sedang kritis, membutuhkan oksigen itu sekitar 8 persen-an,"jelas Menkes Budi.

image-newest
Info Kesehatan

Mengenal Lebih Jauh BA.2, Subvarian Virus Baru yang Dijuluki ‘Son of Omicron’ Rabu, 02 Februari 2022 10:45 WIB Persoalan baru terkait Covid-19 kembali mencuri perhatian masyarakat umum, kali ini sub varian baru yang disebut-sebut sebagai ‘Son of Omicron’ yakni jenis BA.2 telah teridentifikasi di beberapa negara. Lantas apa sebenarnya sub varian BA.2 ini? apakah lebih berbahaya dari beberapa varian covid sebelumnya? Melansir dari data Medical News Today, sub varian virus yang disebut sebagai ‘Son of Omicron’ ini sebagian besar merupakan mutasi yang sama dengan Omicron. Sementara itu, berdasarkan artikel yang dilansir oleh Newscientist.com sub varian BA.2 ini dapat memungkinkan 50 persen lebih mudah menular dibandingkan sub varian BA.1, namun tidak lebih berbahaya daripada BA.1. Baca Berita Lainnya : Kasus Positif Terus Melonjak, Segera Vaksinasi dan Kencangkan Prokes Meskipun tingkat penyebaran sub varian BA.2 ini lebih tinggi, masyarakat diimbau tidak perlu panik, namun cukup hati-hati dan waspada terhadap penyebaran sub varian BA.2 ini. sebagaimana seperti yang disampaikan oleh Wakil Presiden Kesehatan Global di RTI International Dr Richard Reithinger, yang menjelaskan untuk saat ini vaksin Covid-19 masih cukup efektif untuk melindungi orang dari infeksi terhadap varian virus Covid-19. “Selain itu divaksinasi, orang harus mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, jaga jarak fisik, dan cuci tangan, terutama di lingkungan yang ramai atau dengan transmisi tinggi,”jelas Dr Richard.

Info Terpopuler

image-popular
Info Kesehatan

Telemedicine menjadi alternatif konsultasi dimasa Pandemi Senin, 18 Januari 2021 11:05 WIB Tahun 2020 sudah selesai akan tetapi,  lain halnya dengan Pandemi yang sampai akhir 2020 belum kunjung usai. Dalam masa Pandemik ini, Yakes Telkom memberikan layanan Telemedicine yaitu pemakaian telekomunikasi untuk memberikan informasi dan pelayanan medis jarak-jauh. Telemedicine saat ini, menggunakan teknologi komunikasi dengan gadget untuk memberikan konsultasi fasilitas kesehatan di tempat yang berjauhan, bisa secara langsung via telepon, berkirim pesan, ataupun videocall dengan aplikasi WA (whatsapp) atau aplikasi Telegram. Layanan Telemedicine dibutuhkan oleh Pelanggan dalam masa pandemik Covid-19 saat ini karena ada beberapa layanan yang bisa didapatkan oleh pelanggan dengan menggunakan Telemedicine diantaranya adalah: Layanan Konsultasi medis dengan dokter dan petugas medis lainnya di Yakes Telkom. Memberi kemudahan saat pelanggan ingin mendapatkan Obat Rutin yang dikonsumsi tanpa harus datang ke Poliklinik Yakes Telkom. Permintaan rujukan pemeriksaan Laboratorium dan rujukan ke rumah sakit. Layanan konsultasi tentang restitusi. Layanan konsultasi non medis perihal kepesertaan. Kenapa harus Telemedicine? Guna mencegah penyebaran virus covid-19 lebih baik apabila dirumah saja untuk menghindari kerumunan, itulah sebabnya Yakes Telkom lebih menekankan Telemedicine daripada pelanggan datang langsung ke Poliklinik. Dengan Telemedicine para pelanggan tetap bisa mendapatkan layanan kesehatan dari Yakes. Untuk layanan medis para pelanggan bisa melakukan konsultasi kepada para dokter, apabila memerlukan obat dokter akan memberikan dan dikirim menggunakan kurir. Demikian juga dengan rujukan bisa juga didapatkan dengan melakukan Telemedicine. Tidak hanya layanan konsultasi medis saja yang diberikan kepada para pelanggan, melainkan dari sisi Non Medispun bisa melakukan Telemedicine, salah satu contohnya adalah layanan Konsultasi kepesertaan. Untuk melakukan laporan update Faskes putra/i dari pelanggan, Pensiunan dapat mengirimkan foto atau scan persyaratan yang sudah lengkap kepada admin kepesertaan untuk diproses lebih lanjut. Selain itu juga pengajuan untuk cetak kartu kesehatan bisa dilayani secara online via Whatsapp ataupun Telegram, dengan mengirimkan persyaratan yang sudah lengkap kepada Admin Kepesertaan pengajuan cetak kartu kesehatan bisa diproses lebih lanjut. Saat ini Yakes Telkom tak henti-hentinya memberikan layanan yang terbaik kepada para pelanggan karena sesuai dengan slogan terbaru Yakes Telkom yaitu Sehat Tekad Kita, Melayani dengan Cinta (YKS05-01)

image-popular
Info Kesehatan

Kasus Positif Terus Melonjak, Segera Vaksinasi dan Kencangkan Prokes Minggu, 30 Januari 2022 21:49 WIB Lonjakan Kasus Harian Perupadata mencatatkan penambahan kasus harian Covid-19 sebanyak 9905 kasus (per 28 Januari 2022). Data yang ada juga menunjukkan 90,1% kasus konfirmasi nasional merupakan transmisi lokal dan tercatat sudah 3 pasien kasus konfirmasi Omicron meninggal dunia (memiliki komorbid atau penyakit penyerta dan 1 kasus belum divaksin). Kenaikan kasus harian Covid disinyalir akan terus meningkat dalam beberapa waktu kedepan. Gambaran kenaikan tajam kasus ini juga terlihat di lingkungan TelkomGroup. Munculnya 3 sub varian Omicron Baru-baru ini muncul 3 sub varian Omicron yaitu BA.1 BA.2 dan BA.3, status ketiganya masih terus diteliti. Sementara gejala dibandingkan Delta lebih ringan. BA.2 lebih infeksius dengan gejala lebih ringan dari BA.1. Mutasi virus memang bukanlah hal yang baru, apalagi Variant of Concern cenderung cepat menginfeksi dan akan banyak bermutasi. Yang harus digarisbawahi adalah jangan meremehkan dan jangan abai untuk mencegah virus semakin merajalela dan melahirkan varian yang berbahaya. Cegah dengan Vaksin dan Disiplin Prokes Sesuai dengan anjuran pemerintah melalui Kemenkes, perusahaan turut aktif mengambil langkah-langkah untuk mencegah laju penularan khususnya di lingkungan TelkomGroup dengan mempercepat upaya pelaksanaan vaksinasi booster untuk meningkatkan efektivitas vaksin primer.  Jadi bagi karyawan, pensiunan dan keluarga yg sudah mendapatkan e tiket di Peduli Lindungi dan telah 6 bulan dari vaksin ke 2, segera lakukan vaksinasi booster baik di sentra vaksinasi, RS atau puskesmas terdekat. Ayo kita cegah peningkatan laju Covid dengan tidak panik seraya meningkatkan protokol kesehatan dengan selalu gunakan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, rajin mencuci tangan, menghindari bepergian kecuali sangat mendesak, dan menghindari kegiatan makan bersama. Semangat Sehat!  #SEMUAWAJIBPAKAIMASKER #SegeraVaksin

image-popular
Info Kesehatan

Be Mindful of Your Mental Health Sabtu, 24 Oktober 2020 08:36 WIB Tidak dipungkiri lagi bahwa kesehatan mental merupakan salah satu bagian yang menandakan sehatnya seseorang. Sehat tidak hanya dilihat dari kondisi fisik saja, tetapi bagaimana kondisi psikologis diri kita. Di tengah kondisi pandemic Covid-19 yang melanda, mari kita tanyakan ke diri sendiri, sejahterakah kita secara psikologis? Sejahtera secara psikologis menandakan bahwa diri kita memiliki perasaan yang baik (feeling good) dan dapat berfungsi secara efektif (functioning effectively). Untuk dapat sejahtera secara psikologis, tentunya kita perlu memperhatikan (mindful) kondisi kesehatan mental. Mengapa demikian? Alasannya sangat sederhana, karena dengan memberikan perhatian maka kita lebih menyadari serta dapat lebih memahami kondisi diri kita. Mindfulness adalah suatu pendekatan integratif yang didasarkan pada hubungan pikiran & tubuh, yang membantu individu untuk mengelola pikiran dan perasaan serta kesehatan mental mereka. Mindfulness merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Salah satu contoh simpelnya adalah dengan kita menyadari bagaimana rasa makanan yang tadi dicicipi? Apa warna baju yang dipakai hari ini? Apa perasaan yang muncul ketika atasan memberikan feedback kepada saya? Apa yang saya rasakan ketika rekan kerja menolak pendapat saya? Sadar akan apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan menjadi salah satu wujud agar kita dapat menjalankan hari-hari dengan nyaman serta menemukan solusi yang terbaik untuk permasalahan yang dihadapi. Selain menyadari apa yang terlintas dipikiran dan dirasakan, menyadari apa yang tubuh kita coba untuk sampaikan juga salah satu bentuk mindfulness. Sebagai contoh, saat berada pada situasi penuh tekanan atau kecemasan, ternyata tubuh kita memunculkan reaksi tertentu seperti detak jantung meningkat, otot tegang atau napas terhambat. Dengan memperhatikan perubahan yang muncul tersebut, maka kita dapat pula mencari solusi atas perubahan yang terjadi, salah satu upayanya dengan mengatur napas dengan baik agar tubuh menjadi tenang. Begitu pula dengan situasi Covid-19 yang tengah kita hadapi saat ini, aware terhadap apa yang menjadi pikiran, perasaan, serta pola tingkah laku yang dimunculkan akan membantu kita menentukan langkah pengelolaan yang tepat. Kesadaran ini menandakan pula bahwa kita merawat diri. Kita sadar akan hal yang menjadi pemicu dari kecemasan serta memperhatikan hal-hal apa yang membuat tertekan. Ketika kita mulai memperhatikan kondisi kesehatan mental, tidak hanya diri kita sendiri yang mendapatkan manfaatnya. Manfaat apalagi yang didapat melalui mindfulness? Menyadari kondisi psikologis atau kesehatan mental ini juga dapat membantu mengurangi stigma lingkungan yang buruk terhadap kesehatan mental. Beberapa contoh mindfulness ini adalah, menyadari penggunaan tata bahasa yang digunakan agar tidak menyakiti perasaan orang lain, mengedukasi diri terkait kesehatan mental yaitu dengan mengenali bahwa kesehatan mental memiliki perlakuan yang sama dengan masalah medis lainnya, dan mendengarkan kondisi orang lain tanpa interupsi, asumsi, maupun interpretasi di awal. Nah, beberapa hal tersebut dapat kita latih di kehidupan sehari-hari dan menjadi upaya bagi kita untuk lebih mindful terhadap diri maupun lingkungan sosial. Sudah saatnya kita aware terhadap kesehatan mental. Sesuai dengan kampanye yang dikeluarkan World Federation for Mental Health (WFMH), perayaan Hari Kesehatan Mental Dunia tahun 2020 mengusung tema “Mental Health for All: Greater Investment – Greater Access”, hal tersebut menandakan bahwa sehat mental itu hak setiap orang. Inilah saatnya bagi kita untuk berinvestasi dalam kesehatan mental. By: Rahmi Maya Fitri, M.Psi., Psikolog     “We would never tell someone with a broken leg that they should stop wallowing and get it together. We don’t consider taking medication for an ear infection something to be ashamed of.”  MICHELLE OBAMA     Sumber: https://www.verywellmind.com/improve-psychological-well-being-4177330; https://www.mentalhealth.org.uk/a-to-z/m/mindfulness; https://www.mindfulnessstudies.com/ending-mental-health-stigma-through-mindfulness/

image-popular
Info Kesehatan

Hari Hipertensi Sedunia, Kenali Faktor Risiko & Cara Pencegahannya Selasa, 17 Mei 2022 14:21 WIB 17 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Hipertensi Sedunia atau dikenal dengan World Hypertension Day. Momen peringatan ini ditujukan untuk menyadarkan masyarakat terkait dengan pentingnya mengenali gejala, faktor risiko serta cara pencegahan dari penyakit hipertensi. Gerakan Hari Hipertensi Sedunia ini juga bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat dunia terkait komplikasi medis yang serius akibat hipertensi, informasi tentang pencegahannya, deteksi dini, serta tahapan pengobatannya. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi dimana tubuh mengalami tekanan darah di 130/80 mmHg atau lebih. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka dapat menimbulkan berbagai penyakit serius yang mengancam nyawa, seperti gagal jantung, penyakit ginjal, dan juga stroke. Meskipun gejalanya sering tidak terlihat jelas, namun hipertensi masih dapat dideteksi serta dikontrol dengan baik. Hal tersebut seperti mengetahui beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya hipertensi dalam tubuh, seperti : Usia Seiring bertambahnya usia, risiko tekanan darah tinggi juga akan meningkat. Selain itu risiko hipertensi juga akan lebih sering terjadi pada pria dewasa dibandingkan wanita.   Riwayat Keluarga Penyakit Hipertensi ini juga cenderung dapat diturunkan dalam silsilah keluarga, sehingga peran serta seluruh anggota keluarga dalam mencegah atau mendeteksi dini terjadinya hipertensi sangatlah penting.   Merokok Kebiasaan buruk merokok juga dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi serta merusak lapisan dinding arteri, jika dibiarkan dapat menyebabkan arteri menyempit serta meningkatkan risiko penyakit jantung.   Obesitas Orang yang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas juga memiliki risiko tinggi akan terjadinya hipertensi. Hal ini terjadi akibat tubuh yang semakin berat dapat meningkatkan kebutuhan darah dalam memasok oksigen dan nutrisi dalam jaringan tubuh. Dengan meningkatnya aliran darah tersebut, maka dapat meningkatkan tekanan pada dinding arteri.   Konsumsi Garam Berlebih Serta Sedikit Mengkonsumsi Potasium Konsumsi garam (natrium) berlebih dapat menyebabkan tubuh menahan cairan yang berdampak pada meningkatnya tekanan darah. Selain itu, kurangnya konsumsi zat potasium dapat meningkatkan tumpukan kadar natrium dalam darah.   Disebabkan Oleh Kondisi Kesehatan Tertentu Kondisi kesehatan yang kronis juga dapat meningkatkan risiko hipertensi, hal ini termasuk pada penderita penyakit ginjal, diabetes, serta sleep apnea. Dalam mendeteksi dini penyakit hipertensi ini, perlu dilakukan pengecekan berkala dalam mengukur tingkat tekanan darah. Meski begitu, pengukuran tekanan darah harus tetap dilakukan sesuai dengan anjuran dokter. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia, dr. Erwinanto. SpJP(K). dr. Erwinanto menjelaskan bahwa proses pengukuran tekanan darah di rumah sebaiknya dilakukan setiap hari, setidaknya hingga 3 sampai 4 hari berturut-turut. Kemudian pada saat pengukuran tensi, dilakukan sebanyak 2 kali pengukuran dengan jeda waktu 1 hingga 2 menit untuk memastikan nilai tensi yang didapat adalah valid. "Lebih baik 7 hari berturut-turut pada pagi dan sore hari. Tingkat tekanan darah ditentukan oleh nilai rata-rata semua pengukuran , kecuali pengukuran hari pertama. Jadi, hasil hari pertama jangan dimasukin ke perhitungan rata-rata, ya,"jelas dr. Erwinanto Hipertensi juga dapat diatasi dengan menjalankan pola hidup sehat, seperti melakukan olahraga terartur, mengkonsumsi makanan sehat, mengurangi konsumsi minuman berkafein hingga berhenti merokok. Namun jika kondisi tekanan darah sudah tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter serta mengkonsumsi obat penurun tekanan darah.